Pagi ini cukup cerah, sangat cerah bahkan. Tapi sejujurnya
aku malas untuk sekolah pagi ini. Ntah karena apa? Mungkin karena ada Dia.
Fathurari Amran. Manusia paling ngeselin, ngerepotin, dan sombong di sebelas
IPA 5, lebih tepatnya teman sekelasku. Sumpah deh, itu orang sombong banget. Sok
anggar pintar lah, tajir lah, apalah, bahkan sok ganteng (emang ganteng deh).
Apalagi ke aku, kalau liat muka aku bawaan dia tu sensi mulu. Pengen deh aku
tonjok.
“Farah, bangun nak. Nanti kesiangan loh.” Mamaku menggedor –
gedor pintu kamarku sambil berteriak. Dengan amat berat hati aku bangun dan
Bruuk! “Ya ampun Farah, cerobohmu ini kok gak hilang–hilang ya?” gerutuku. Aku
mengusap–usap kepalaku dan menguap sambil berjalan menuju kamar mandi.
***
aku orang pertama yang datang dikelasku. Tak apa, setidaknya
aku bisa melamun sebentar.
“heh cewek aneh, ini kan masih pagi. Tapi udah melamun aja.
Dasar!” aku tersentak. Kulihat orang yang baru saja menghentikan lamunan ku.
Dan, Ari. Ternyata dia. Aku hanya diam tak menanggapi. Aku hanya tak ingin
membuat kelas riuh dengan ulah amarahku. Ari masih menatapku tajam seolah aku
adalah sarapan paginya.
“kok diam? Biasanya ngamuk?” Ari meledek ku.
“mau ak diam ataupun ngamuk masa, apa urusan mu tuan?” ujarku
berusaha tenang. Asli, ini orang ngeselin lho.
“kok ada ya orang kayak lo?”
“buktinya ada, kan? Sarap,” aku mulai panas. Aku gak ngerti, apa mau anak ini.
“siapa yang lo bilang sarap? Dasar cewek aneh.” Aku tak ingin melanjutkan pertengkaran ini.
Dia masih menatapku lekat-lekat. Akhirnya aku pergi dari kelas.
***
BRUAKKK!!!
Dan sekali lagi aku jatuh, di depan kelas. Namun kali ini
memakan korban. “lain kali jalan itu lihat-lihat ya Farahany, hati-hati, jangan
ceroboh.” Suaranya lembut. Siapa korban ku ini? ku doangak kan kepalaku dan, ha?
Apa? Ari? Kok Ari? Kenapa harus dia? Tapi nada bicaranya? Cowok paling sombong
seantero sekolah bicara dengan nada lembut? Sama aku? Serius? Mimpi nih.
“eh, maaf-maaf! Tadi aku buru-buru, jadi gak lihat jalan.
Maaf!” malu deh aku, aku hanya menundukkan wajahku, tidak ingin Ari melihat
wajahku yang mungkin sudah seperti kepiting rebus ini.
“bukannya kamu memang selalu ceroboh ya? Dasar!” haah?
Yaampun baru aja dipuji dalam hati, eh udah songong lagi. Jujur banget sih ini
orang.
“terus, emang ada masalah sama kamu kalau aku itu ceroboh?
Apa urusannya sama kamu?” celetus ku. Eits, dia senyum. Ampun, dia kenapa?
Aduh, kok jadi degdegan gini ya? Jangan-jangan?
“kamu manis ya? Pinter, baik, sayang ceroboh. Tapi gak
apa-apa, aku suka kok cewek kaya kamu.” Tuturnya dengan senyum yang, aduh, memikat banget. Ucapannya tadi, bener
gak ya? Aih!
“kamu ngelantur ya? Ngomong apa barusan?” sejutek mungkin.
“kenapa harus sejudes itu, cewek cantik itu harus nya
bersikap lembut. Aku hanya jujur, salah? Gak pernah ngerasa ya kalau selama ini
aku perhatikan? Atau kamu emang gak pernah tau kalau aku ada di kelas itu?”
tanyanya beruntun. Yaampun, aku benci dapat pertanyaan yang gak ada stasiunya
seperti ini. Tapi apa bener dia suka sama aku. Kalau aku, suka gak ya sama dia?
“kamu mau gak jadi pacar aku?”
DOR!
Aduh, dia nembak. Ampun, aku gak tau mau jawab apa?
“terus kenapa kamu selama ini sering ledekin aku? Ngejahilin
aku? Ngerepotin aku dengan segala macam tingkah kamu?” aku mulai jengkel dan,
bingung!
“habisnya aku sudah hilang akal untuk cari perhatian kamu
yang cuek banget ke aku. Yaudah aku gunain cara itu dan, ampuh.!” Dia
tersenyum.
“iya, ampuh banget buat aku sebel
mati-matian sama kamu,”
“jadi gimana jawaban kamu?” dia nanya lagi. Bingung! Jawab
apa ya aku? Iya? Gak? Tapi dia cakep kok. Matanya coklat bening, rambutnya
lurus cepak, tinggi, pinter pula.Mendekati sempurna deh.
“aku mau, tapi aku kan belum kenal kamu.” ragu aku.
“itulah pacaran, masa penjajakan dan perkenalan. Jadi kamu
mau?” dia nyengir. Ampun deh.
“iyaaap, aku mau.” Aku tertawa malu.
“dan sekarang. Gadis berambut panjang, bermata coklat, dengan
senyum indah ini telah jadi milikku. Ahahaha.” Dia tertawa puas. Ternyata oh
ternyata. Ini lah indahnya putih abu-abu. Penuh dengan warna pengalaman. Dan
dia, dan dia. Cuma dia!


